Ternyata, di dunia ini tidak hanya Indonesia saja yang masih kental akan budaya dan tradisinya. Tibet, salah satu kota di China juga masih kental dan tetap melestarikan tradisinya. Salah satu tradisi yang ada di Tibet dan masih dilakukan hingga kini yaitu tradisi pemakaman langit. Tradisi ini masih banyak dilakukan oleh sebagian besar orang yang tinggal di Qinghai, Tibet. Meskipun jaman sudah semakin berkembang, masyarakat Tibet terus menjaga nilai-nilai dari budaya dan tradisi yang telah diwariskan oleh para pendahulunya. Tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Tibet ini cukup ekstrim sehingga membuat para pengunjung yang menyaksikan tradisi pemakaman langit ini akan tercengang. Tradisi pemakaman langit yang dilakukan oleh orang Tibet yaitu memotong anggota tubuh si jenazah yang nantinya akan dijadikan sebagai bahan santapan burung pemakan bangkai.
Setiap negara memiliki tradisi atau cara pemakaman tersendiri. Cara pemakaman ini selain disesuaikan dengan budaya juga disesuaikan dengan agama atau kepercayaan yang diyakini. Contohnya saja di Indonesia yang memiliki tradisi pemakaman dengan nama “ngaben” yang diyakini oleh masyarakat Bali. Masyarakat Bali yang doyan sangat kental menganut agama Hindu sehingga prosesi pemakamannya akan berbeda dengan agama lain. Tradisi pemakaman langit bukanlah sekedar tradisi biasa yang asal dilakukan oleh penduduk Tibet.
Pasalnya prosesi pemakaman ini menganut ajaran agama Buddha yang mana banyak dianut oleh sebagian besar penduduk Tibet. Pada ajaran agama Budha Vajrayana meyakini bahwa manusia akan berpindah roh dan percaya akan adanya reinkarnasi. Hal ini didasarkan pada pemikiran orang Buddha khususnya di Tibet yang melihat jasad manusia bukanlah suatu benda yang harus dipertahankan seperti wadah yang kosong. Sehingga jasad manusia yang sudah meninggal harus dihilangkan di upacara pemakaman langit.
Prosesi pemakaman ini selain sangat unik juga cukup mencengangkan. Karena tubuh akan di potong hingga beberapa potongan yang nantinya akan dilakukan oleh Rogyapas. Sebelum upacara pemakaman ini dilangsungkan, rahib atau yang disebut Lama akan membacakan beberapa doa serta membakar kemenyan di sekitar jasad. Setelah jasad dipotong-potong, jasad ini akan diletakkan di suatu menara keheningan dalam jangka waktu 1 tahun.
Setelah satu tahun, sisa tulang-tulang manusia akan dipecah dan ditumbuk hingga halus. Bubuk dari tulang ini nantinya akan dijadikan sebagai makanan untuk burung-burung kecil seperti elang dan gagak. Sebuah tradisi tentu memiliki arti dibaliknya atau memiliki makna filosofis. Jika dilihat lebih dalam, prosesi pemakaman langit di Tibet ini merupakan bentuk kebaikan yang dilakukan oleh manusia untuk burung-burung kecil dan burung pemakan bangkai. Karena sebagai umat beragama, masyarakat Tibet menerapkannya sebagai salah satu bentuk hubungan yang baik antara manusia dan Tuhan, hubungan baik antara manusia dan makhluk hidup lainnya.