Special message to the visitors

In this area you can put any information you would like, such as: special offers, corporate motos, greeting message to the visitors or the business phone number.

This theme comes with detailed instructions on how to customize this area. You can also remove it completely.

Tibetinfo.net – Jaringan Berita Tibet mulai dari berita politik dan info menarik lainnya

Tag: Tibet

Siapa yang tidak ingin berkunjung ke Tibet ?. Ya, salah satu provinsi yang ada di Republik Rakyat Tiongkok ini sangat terkenal dengan keindahan wisata alam maupun wisata budayanya. Hampir seluruh wisatawan yang berkunjung ke Tibet pasti menyempatkan waktunya untuk mengunjungi dataran tinggi Tibet. Pasalnya, dataran tinggi tersebut menjadi salah satu yang terluas di wilayah Asia Timur.

Bahkan, dataran tinggi tersebut juga berbatasan langsung dengan Pegunungan Himalaya di sebelah selatan dan berbatasan langsung dengan Gurun Taklamakan di sebelah utara. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengetahui sejarah terbentuknya dataran tinggi tersebut. Hasil penelitian terbaru yang dilakukan oleh beberapa ahli paleontologi di China menyebutkan bahwa sekitar 47 juta tahun yang lalu dataran tinggi Tibet pernah memiliki hutan subtropis.

Berikut ini akan kami bagikan beberapa bukti yang menguatkan hasil temuan mengejutkan tersebut.

Kesimpulan mengenai adanya hutan subtropis di dataran tinggi Tibet pada zaman dahulu didapatkan berdasarkan bukti pra sejarah yang ditemukan pada saat ekspedisi ilmiah diadakan di wilayah tersebut. Pasalnya, para ahli telah menemukan benyak sekali fosil pada suatu cekungan bernama Baingoin yang ada di dataran tinggi. Terlebih, cekungan tersebut terbilang unik karena terletak di ketinggian sekitar 5 ribu meter di atas permukaan laut. Temuan tersebut akhirnya dikumpulkan sebagai sampel untuk diteliti oleh tim gabungan yang terdiri dari para ahli kebun raya tropis

Situs besar seperti Asia Corp dan ahli dari Institut Paleontologi Vertebrata dan Paleoantropologi. Gabungan tim tersebut bernaung di bawah Akadem Ilmu Pengetahuan China yang sedang melakukan ekspedisi ilmiah komprehensif di wilayah dataran tinggi Tibet.

Berbagai sampel fosil yang ditemukan di cekungan Baingoin kemudian diolah dengan menggunakan berbagai pemodelan seperti pemodelan iklim, pergerakan lempeng benua, dan sebagainya dari masa ke masa. Bahkan, pemodelan yang dilakukan mampu merefleksikan bentukan dataran tinggi Tibet pada 47 juta tahun yang lalu. Melalui pemodelan tersebut maka dapat ditemukan bahwa bentukan dari dataran tinggi Tibet bagian tengah memiliki ketinggian yang lebih rendah dari sisi sampingnya yaitu hanya 1500 mdpl dengan rata-rata suhu udara tahunan mencapai 19 derajat celsius. Kondisi inilah yang membuat dataran tinggi bagian tengah membentuk suatu cekungan dengan tutupan hutan yang lebat dan memiliki sumber daya air yang melimpah serta padang rumput yang luas. Kondisi ini diperkuat dengan ditemukan setidaknya 70 fosil tumbuhan yang sangat berkaitan erat dengan tumbuhan khas hutan subtropis maupun tropis yang ada saat ini.

Ekspedisi ilmiah komprehensif yang telah berlangsung sekitar 10 tahun di dataran tinggi Tibet tersebut akhirnya membuahkan hasil yang signifikan. Pasalnya, temuan berbagai fosil dan hasil pemodelan sudah lebih dari cukup untuk membuktikan bahwa dataran tinggi Tibet dulunya pernah memiliki hutan subtropis sekitar 47 juta tahun yang lalu. Temuan tersebut nantinya akan dikembangan sebagai bahan studi lanjutan mengenai evolusi keanekaragaman hayati yang ada di dataran tinggi Tibet. Bahkan, temuan tersebut nantinya juga akan digunakan sebagai bahan studi evolusi topografi dan pembentukan lanskap dataran tinggi. Terlebih, temuan tentang sejarah hutan subtropis di dataran tinggi Tibet sangat bermanfaat untuk mengetahui evolusi perubahan iklim yang pernah terjadi sekaligus memprediksi setiap kemungkinan yang akan terjadi. Selain itu, hasil ekspedisi juga akan dipublikasikan dalam bentuk jurnal pada Proceeding of the National Academy of Sciences di Amerika Serikat.

Sejarah Indonesia memang tidak bisa dipisahkan dengan perkembangan agama Hindu dan Budha. Bicara soal agama Budha maka hampir tidak bisa dipisahkan oleh peran seorang biksu. Namun, siapa yang menyangka jika akademi biksu terbesar di dunia ternyata ada di Tibet lho. Akademi Budha Larung Gar atau yang dikenal sebagai Institut Budha Serthar ini merupakan perguruan para biksu budha yang terbesar di dunia. Berlokasi di wilayah Lembah Larung dan dikelilingi oleh deretan pegunungan membuat akses menuju akademi sangatlah minim. Tak heran jika keberadaan akademi biksu terbesar di dunia ini masih sangat jarang terekspose oleh media. Namun, hal tersebut tak menyurutkan niat mereka yang ingin memperdalam ilmu sebagai biksu maupun biksuni. Tercatat setidaknya 40 ribu jiwa telah mendalami agama budha di akademi biksu tersebut. Selain itu, wilayah lembah yang menjadi lokasi akademi biksu tersebut kini mulai berkembang menjadi area pemukiman yang dihuni oleh para biksu maupun biksuni beserta para muridnya.

Menurut sejarahnya, Akademi Biksu Larung Gar ini didirikan oleh seorang pemimpin budha dari Tibet (lama) pada tahun 1980. Semula, wilayah lembah Larung Gar hanyalah wilayah lembah biasa yang terpencil dan tidak berpenghuni. Namun, semenjak didirikannya akademi biksu maka lembah tersebut berubah menjadi pusat pembelajaran agama Budha terbesar di Tibet bahkan terbesar di dunia. Meskipun demikian, akses yang harus dilalui menuju akademi biksu di Larung Gar tidaklah mudah karena harus melewati deretan pegunungan yang menjulang tinggi dan dengan suhu yang sangat dingin. Tetapi, akses yang melelahkan tersebut akan terbayarkan dengan lunas apabila telah berhasil tiba ke akademi biksu. Pasalnya, anda tidak hanya melihat gadung akademi yang megah sebagai tempat para murid mendalami agama budah. Melainkan juga akan mendapatkan panorama permukiman para biksu dan biksuni yang khas dan tertata rapi. Terlebih, penorama tersebut memiliki latar belakang pegunungan yang sangat memanjakan mata.

Kompleks akademi biksu yang ada di lembah Larung Gar sangatlah unik dan menarik untuk dilihat. Pada bagian tengah lembah terdapat gedung pusat beserta kampus tempat para murid mendalami ilmu budha. Kompleks gedung akademi biksu dikelilingi oleh permukiman para biksu, biksuni dan murid yang sedang mengenyam pendidikan. Setiap pemukiman membentuk suatu barisan dan kolom mengikuti bentukan lembahnya. Jangan heran jika pemukiman tersebut terlihat layaknya anak tangga yang mengisi puncak hingga dasar lembah. Warna dari permukiman tersebut juga didominasi oleh warna merah dan kuning serta warna putih pada bagian atap yang telah diselimuti oleh salju. Terdapat pula akses jalan kecil yang menjadi sekat antar barisan permukiman. Selain itu, terdapat pula tembok pemisah yang memanjang untuk memisahkan antara pemukiman biksu dengan pemukiman biksuni.

Seiring berjalannya waktu, akademi biksu di lembah Larung Gar terus mengalami perkembangan yang signifikan. Berbagai fasilitas telah dibangun untuk menciptakan kenyamanan dalam proses pembelajaran agama Budha. Pasalnya, akademi selalu membukakan pintu yang selebar-lebarnya bagi murid baru yang ingin mendalami ilmu agama Budha. Tak heran jika beberapa negara di benua Asia seperti Hongkong, Tawan, Singapura, Thailand dan sebagainya banyak yang mendalami ilmu agama Budha di akademi ini. Terlebih, akademi menyediakan paket pembelajaran dengan berbagai bahasa yang berbeda seperti bahasa mandarin dan bahasa Tibet. Selain itu, akademi biksu lembah Larung Gar juga digunakan sebagai salah satu objek wisata budaya yang menarik banyak wisatawan domestik maupun mancanegara.

Tibet merupakan salah satu provinsi yang terletak di China. Tibet juga dikenal sebagai provinsi dengan wilayah yang paling tinggi di bumi. Pasalnya, Tibet berada di ketinggian 16.000 kaki atau setara dengan 4.500 meter. Selain dikenal dengan keunikan letak geografisnya, Tibet juga terkenal akan tradisinya yang masih kental. Salah satunya yaitu tradisi yang dilakukan oleh para biksu sejak jaman dahulu kala dan masih tetap lestasi hingga kini. Tradisi yang masih di emban oleh para biksu di Tibet yaitu menyatukan diri dan lebih dekat dengan Tuhan. Salah satunya yaitu dengan menerapkan postur singa saat tidur. Tradisi ini sangat erat kaitannya dengan pengalaman spiritual. Biksu yang melakukan hal ini yaitu Khenpo Acho. Setelah wafat, biksu ini mendapatkan fenomena spiritual yang cukup unik dimana disebut dengan “rainbow body”.

Fenomena ini tentu sangatlah unik bahkan hanya terjadi pada orang-orang tertentu saja. Biksu ini sudah meninggal pada September tahun 1998 namun, tubuhnya masih terjaga dengan baik tanpa adanya tambahan bahan pengawet. Fenomena ini menjadi bahan perbincangan di seluruh antero dunia karena sangatlah unik. Selain itu, biksu Khenpo Acho tidak pernah memiliki riwayat penyakit sebelum meninggal. Setelah waktu wafatnya, tubuh biksu yang sudah menjadi jasad ini justru mengeci bahkan bisa mengeluarkan pelangi dari tubuhnya. Biksu Khenpo Acho wafat pada usianya yang sudah cukup tua yaitu 80 tahun. Menurut pemain yang berkunjung kesana, biksu ini sudah mencapai pembebasan atau tidak terikat dengan hal duniawi sehingga berhasil menjadi seorang Buddha. Saat wafat di usia 80 tahun, biksu ini mengalami sebuah fenomena pembubaran fisik. Fenomena yang cukup unik dengan adanya pelangi di tubuhnya menjadi suatu hal yang menarik untuk diketahui. Dengan melakukan tradisi yang sudah dijalankan dari jaman dahulu hingga menginjak ke posisi Buddha, jasad biksu ini menjadi bersih dan bercahaya. Bahkan jasadnya yang menyusut hingga menyerupai anak yang berusia 8 tahun.

Fenomena Unik di Tibet, Daerah yang Menjunjung Tinggi Tradisi Budha

Tak hanya itu saja, selain mengalami fenomena rainbow body, jasad biksu ini juga mengeluarkan wewangian yang sangat menyenangkan. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, jasad biksu ini tidak hanya menyusut tetapi berkurang hingga tersisa kuku dan juga rambut. Kuku dan rambut merupakan dua bagian tubuh manusia yang tidak mudah lapuk. Menurut sejumlah pakar spiritual, ketika tubuh manusia yang sudah wafat mengalami penyusutan mengartikan bahwa seseorang tersebut sudah mencapai posisi yang dekat dengan Sang Buddha. Hal ini masih banyak diyakini oleh masyarakat Tibet. Sehingga tidak heran jika Tibet menjadi salah satu wilayah yang masih menjunjung tinggi tradisi. Seperti yang dilakukan oleh para biksu dimana melakukan tradisi tidur posisi singa serta duduk posisi teratai. Sehingga seorang biksu bisa bersemedi dan memurnikan hatinya hingga akhir hayatnya.

Dataran Tibet merpakan salah satu daerah yang berada di wilayah Cina. Kawasn ini berada di ketinggian 13 ribu kaki dari daratan, bisa anda bayangkan seberapa tingginya wilayah tersebut? Berada di daerah pegunungan menyebabkan kultur masyarakatnya berbeda dengan penduduk Cina kebanyakan. Daerah Tibet secara geografis masuk ke teritorial negara Cina, namun pada kenyataannya daerah ini memiliki otonomi sendiri yang tidak mau disamakan dengan Cina.

Penduduk di Tibet memiliki keunikan tersendiri, ras penduduk disana masih sama seperti warga mayoritas Cina dengan ciri-ciri kulit kuning langsat, mata sipit dan tubuhnya tidak terlalu tinggi. Perbedaan yang mencolok antara penduduk Tibet dan penduduk di daerah sekitarnya ialah penduduk asli Tibet memiliki siklus usia lebih dari 100 tahun. Anda bisa bayangkan bukan? Di Indonesia saja rata-rata usia penduduk paling tua hanya 150 tahun, itupun sangat jarang ditemukan. Daerah Tibet memiliki suhu cukup rendah karena berada di pegunungan es, penduduk lokal mengandalkan kebutuhan hidup dari hutan dan sungai.

Penduduk asli Tibet tidak hanya unik namun mereka juga ramah terhadap para wisatawan. Bagi anda yang berkunjung ke wilayah ini sempatkan untuk mengajak ngobrol masyarakat lokal. Karena kultur yang masih kental, mereka memiliki keyakinan yang masih kolot. Kebanyakan penduduk di Tibet masih mempercayai adanya kekuatan magis, kekuatan di luar nalar manusia yang biasa disebut sebagai animisme-dinamisme. Layaknya penduduk lainnya, penduduk Tibet memiliki mata pencaharian masing-masing sehingga kegiatan mereka banyak dilakukan di luar rumah.

Anak-Anak di Tibet

Dari hasil riset yang disponsori oleh Agen Sbobet, awalnya penduduk asli daerah Tibet juga berasal dari daerah lain, entah karena alasan apa telah berpindah tempat tinggal di daerah pegunungan es dengan suhu minus sekian derajat celcius. Orang yang tidak terbiasa menghirup udara dingin tentunya tidak akan tahan, namun berbeda dengan pendduk lokal Tibet. Nampaknya mereka telah terbiasa dengan hawa dingin yang seakan menusuk kulit perut. Adaptasi yang diakukan oleh penduduk asli Tibet cukup ekstrim, manusia lain pasti tidak mampu hidup lebih lama di daerah tersebut. Hal inilah yang menyebabkan umur penduduk asli Tibet cenderung panjang.

Ahli biologi mengatakan bahwa cara adaptasi yang dilakukan oleh penduduk Tibet tidak semata-mata karena kultur dan kebiasaan. Ada salah satu jenis gen dalam tubuh penduduk yang dikenal dengan sebutan gen Epas1 dimana gen tersebut memungkinkan sistem tubuh menarik oksigen sebanyak-banyaknya, anehnya kemampuan tersebut berbeda dengan manusia pada umumnya. Kemampuan gen epas1 yaitu bisa menarik oksigen tanpa membentuk sel darah merah baru, padahal manusia pada umumnya ketika menghadapi daerah dengan suhu rendah maka secara otomatis tubuh akan menyesuaikan dengan cara menarik oksigen sebanyak-banyaknya untuk menghasilkan lebih banyak sel darah merah.